Digitalisasi Sekolah - ahmad hanif

Digitalisasi Sekolah

Digitalisasi Sekolah

Kok Digitalisasi Sekolah, Nyambung Wifi Aja Masih Tanya.

Kesalahpahaman tentang teknologi dan penggunaannya.


 

Ketika saya bertanya kepada beberapa orang yang berstudi pendidikan, gimana kampus-merdeka? Kebanyakan dari mereka menjawab dengan pertanyaan, “Apa itu kampus-merdeka?” Menurut saya ini tidak beres. Pastinya ada masalah dari ketidaktahuan mereka? Padahal ini lingkup mereka.

Dua tahun lalu, pemerintah menyatakan sekolah harus berbasis digital agar mempercepat akses pendidikan yang berkualitas. Beberapa dana triliunan dikeluarkan oleh pemerintah, untuk menunjang keberhasilan ini. Laptop, internet, dan aksesorisnya diturunkan. Lalu, apakah dengan memberikan fasilitas tersebut siswa, guru, kepala sekolah, maupun karyawan dapat mendigitalisasikan sekolah? Belum.

Kesalahan paradigma soal teknologi yang kita alami cukup fatal. Berpikir bahwa teknologi dapat menggantikan guru sebagai pengantar ilmu, itu salah. Karena pada dasarnya, pendidikan itu berbeda dengan pengajaran. Pendidikan itu selain sebagai penyaluran ilmu, juga pembentukan karakter dan pematangan sikap. Sedangkan pengajaran, cukup menjadikan siswa pintar.

Peran seorang guru tidak dapat digantikan oleh apapun, buku, teknologi, gawai, dll. Tapi apa ada hasil dari pengajaran bukan pendidikan? Ada, mereka yang menjadi koruptor. Kalau kata Pramoedya Ananta Toer, “Seorang guru yang baik masih bisa melahirkan bandit-bandit yang sejahat-jahatnya, apalagi kalau guru itu sudah bandit pula pada dasarnya.” Jadi, jadi guru itu mudah dan menyenangkan bukan? Bukan.

Persepsi yang salah juga ketika digitalisasi hanya memberikan device berteknologi canggih kepada mereka, maka sekolah telah terdigitalisasi. Karena kebanyakan dari kita kurang paham cara menggunakan teknologi yang tepat. Contoh, ada tidak yang pernah membaca kebijakan privasi apa saja yang ada dalam Whatsapp? Mungkin 2–3 orang yang pernah atau mengerti enkripsi end-to-end. Padahal Whatsapp sering digunakan, tapi tidak tahu apa yang gunakan.

Jangan salahpaham, bahwa pendidikan tidak memerlukan teknologi. pendidikan memerlukan, karena teknologi memiliki peran dalam pendidikan. Mau sebagus apapun guru itu, kalau tidak dibantu dengan teknologi untuk mengurangi beban kerjaannya, seperti administrasi yang bukan inti (sebagai guru), akan kewelahan bahkan malah tidak fokus ke belajar-mengajar.

Sekolah belum siap diberikan digitalisasi, mereka masih terbelenggu di hiraki penguna, bukan memberdayakan atau memaksimalkan. Ibarat kita (yang terdidik), diberi teknologi bernama Intenet of Things, Google Search. Apakah kita sudah mengunakan? Ya, sudah. Apakah kita sudah memaksimalkan fungsi itu? Belum, kita belum memanfaatkan Google Search.

Kenyataan pahit, bahwa kita masih menunggu orang untuk memberikan informasi daripada mencari tahu sendiri. Seperti ketidaktahuan ‘apa itu merdeka belajar’ yang menjadi ranah mereka sendiri. Bukan orangnya yang salah, tapi cara mereka menggunakan teknologi masih saja kurang tepat. Jangan sampai digitalisasi sudah diterapkan, namun mereka belum dapat memberdayakan atau memaksimalkan digital.

“Dulu saya kira teknologi bisa segalanya, tapi saya sangat berhati-hati ketika teknologi berada dalam pendidikan, harus menjadi pembantu manusia, yang bisa meningkatkan kemampuan belajar.” — Sam Nadiem.

Masih mending menunggu informasi, jika sudah menganut fatalisme, mereka akan bilang, “Tidak tahu teknologi, mau belajar juga sudah tua … ya udah pasrah.”


Baca Rangkuman Merdeka-Belajar

Mohon untuk berpikir dua kali sebelum komentar