Budeg: Seni Mendengarkan yang Hilang - ahmad hanif

Budeg: Seni Mendengarkan yang Hilang

Budeg: Seni Mendengarkan yang Hilang


   

    

    Terima kasih telah membaca tulisan-tulisanku, karena menulis sendiri tujuannya untuk dibaca, maka disebut bacaan. Sedangkan membaca lebih mudah daripada menulis. Menulis sama halnya dengan berbicara, sama-sama mengeluarkan perkataan. Bedanya, kalau menulis ditujukan kepada pembaca sedangkan berbicara ditujukan kepada pendengar. Tetapi, lebih sulit mendengar daripada berbicara. Dari itu kita paham bahwa Tuhan mencitpakan dua buah telinga agar kita dapat belajar mendengarkan lebih banyak daripada berbicara. Sedangkan mulut hanya ada satu buah, yang kadang kita gunakan unutk membicarakan hal-hal kejelekan.

    Dalam bahasa Inggris, kosa-kata mendengar ada 3 macam yaitu overhear (mendengar-dengar), hear (mendengar), listen(mendengarkan). Aku menggunakan kata 'mendengarkan' dalam judul ini, karena mendengarkan lebih agung dan bermakna. Mendengarkan adalah memperhatikan dan memusatkan seluruh egoisme diri ke sebuah suara. Bukan hanya menangkap suara atau omongan, tetapi memahami pada kata-kata yang diucapkan, menyadari nada, kecepatan, energi, dan perasaan pembicara. Lebih ringkasnya memusatkan perhatian pada pesan verbal dan nonverbal.

    Ini mengingatkanku kepada cerpen dari Seno Gumira: Sepotong Senja Untuk Pacarku, “Di Dunia ini semua orang sibuk berkata-kata tanpa peduli apakah ada orang lain yang mendengarkan. Bahkan mereka juga tidak peduli dengan kata-katanya sendiri.” Sindiran yang pantas diacungkan kepada kita, kita yang selalu ingin berbicara sampai-sampai dunia sudah luber dengan kata-kata. Sedangkan tujuan orang berbicara adalah untuk didengar. Dirinya sendiri tak mendengar omongannya, apalagi orang yang mau mendengarkan omongan kita. Menurut Seno Gumira, kita boleh berkata-kata tapi harus berbeda, harus memiliki makna setiap kata-kata kita. Sehingga, setiap apa yang keluar dari mulut kita tidak akan sia-sia.

    Mengingat topik kita hari ini. Michael Nichols: The lost Art of Listening, “Listening is an art that gives us great fulfillment when we learn to give and to receive.” Mendengarkan adalah seni yang memberi kepuasan besar ketika kita belajar memberi dan menerima. Kebanyakan orang mengartikan 'orang baik' adalah orang selalu memberi dan menerima. Jika ingin belajar menjadi orang baik maka kita juga harus menjadi pendengar yang baik. Memberi pun tidak harus dengan materi, memberi bisa diartikan menghantarkan hal positif kepada lingkungan. Micheal P. Nichols mengungkapkan bahwa selain dengan materi, memberi juga bisa berbentuk tindakan 'mendengarkan.' Menerima bukan hanya pasrah menyetujui, tetapi bisa dalam bentuk mendengarkan atau menampung segala suara yang didengarkan.

    Tak hanya pintar berbicara yang mendapatkan gelar orang hebat, mendengarkan juga menguntungkan bahkan menjadi orang bijak yang bajik. Orang yang ahli adalah yang dapat bijaksana dalam segalanya. Orang yang bajik adalah yang mendatangkan kebaikan dalam segala suasana. Tidak salah jika para cendikiawan dan filosof memiliki pedoman, “Diam adalah perhiasan orang alim” merek tidak banyak berbicara. Bisa dikatakan, orang alim dengan orang alim bertemu sedikit bicaranya, karena sama-sama tahu apa maksud dan tujuannya tanpa harus berbicara. 

    Semua tindakan memiliki daya atau energi positif jika kita dapat bijaksana. Tak terkecuali dengan mendengarkan, selain memperoleh pengetahuan, kita juga mendapatkan kunci menjalin hubungan. Bayangkan jika pemimpin tidak mau mendengarkan anggota-anggotanya atau sebaliknya. Ujung-ujungnya kesalahpahaman. Ketika benar-benar sesorang mendengarkan maka kesalahpahaman dapat dihindari sehingga menciptakan keharmonisasian hubungan. Intinya, hanya dengan mendengarkan, benar-benar mendengarkan untuk dipahami bukan dibedakan. Sering sekali kita curhat bukan untuk dipahami tetapi malah dihakimi. Bukan mendengarkan dengan terpusat malah diberi nasehat. 

    Menjadi pendengar yang hebat adalah impian semua orang. Belajar mendengarkan bukan hanya mendengarkan podcast atau curhatan orang lain. Mendengarkan bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja, di majiles, kelas, tongkrongan, dll. Bahkan dari lingkungan seperti orang-orang tuna rungu dan wicara. Tanpa mendengar kita tidak dapat berbicara, tetapi tanpa berbicara kita masih bisa mendengar. Atau dari suara alam

Mohon untuk berpikir dua kali sebelum komentar