Linieritas Pendidikan - ahmad hanif

Linieritas Pendidikan

Linieritas Pendidikan

 


Akhir-akhir ini saya terpikirkan oleh pemikiran saya dulu tentang pendidikan adalah industri. Saya tidak akan membahas tentang industri pendidikan karena bidang itu seyogyanya dibahas oleh ahli ekonomi atau manajemen. Tidak terlepas dari industri pendidikan, linieritas pendidikan yang kita sepakati sebenarnya membawa kita ke arah meragukan. 

 

Linieritas pendidikan adalah kesinambungan antar bidang pelajaran yang dijalani. Contohnya, dari sekolah dasar kita diajarkan pelbagai bidang ilmu; Bahasa, matematika, agama, seni budaya, IPA, IPS, dan terus bertambah jika kita naik jenjang pendidikan. Ketika di SMA/Sederajat, kita dipaksa memilih antara IPA, IPS, Agama, Bahasa, Teknik, dll. Jenjang semakin naik, maka kita disempitkan lagi ke arah yang lebih spesifik, yaitu bidang ahli atau jurusan.

 

Pertanyaannya adalah kenapa semakin kita memiliki ilmu, semakin tersudutkan oleh bidang? Kenapa kita tidak bebas untuk belajar lebih banyak ilmu. Kembali lagi ke industri pendidikan, jika kita tidak mengikuti linieritas pendidikan maka kita tidak laku di industri pendidikan. Ini sebut dengan link and match, yaitu kecocokan jasa yang dihasilkan (lulusan bidang) dengan jasa yang dibutuhkan (lowongan bidang). Artinya kompetensi yang kita miliki akan disesuaikan dengan industri yang dibutuhkan.


Jika menilik ke belakang, kita menemukan era Renaisans di Abad Pertengahan, yaitu kembali lahirnya barat setelah zaman kegelapan (pada saat Islam di era keemasannya). Atau zaman Humanisme, dimana manusia mampu mengatur dunia dan dirinya atau manusia universal Homo Universale. Karena kemuliaan manusia sendiri terletak pada kebebasannya untuk menentukan, mempertimbangkan, atau meninjau posisinya. 

 

Pada intinya, Renaissance adalah Gerakan budaya yang sangat mempengaruhi kehidupan intelektual Eropa dengan belajar ilmu kepada sarjana-sarjana Islam. Dimana para orang-orang dapat belajar, mengembangkan dan berkontribusi apa saja. Orang-orang di era ini disebut dengan manusia Renaisans yaitu manusia Polimatik, seseorang yang pengetahuannya tidak terbatas hanya satu bidang. Tokoh-tokoh termasyhur di zaman Renaissance:




Orientasi belajar kita yaitu untuk menjadi manusia seutuhnya yang mempunyai kesadaran bahwa segala aspek dapat dipelajari. Jika di sekolah kita diajarkan cara naik gunung, sedangkan dunia tidak semuanya gunung, bahkan sebagian besar adalah lautan. Maka tidak salah jika kita belajar juga berenang di berbagai perairan, entah itu kolam, muara, sungai, atau danau. Sehingga setelah lulus kita dapat berenang di laut. Begitu juga dengan manusia yang tidak hanya dapat mendaki gunung atau menghadapi laut. Tetapi dapat merasakan air laut yang asin, melewati gelombang laut yang kuat, atau mendaki gunung dengan cuaca yang berbeda.

 

Seperti halnya falsafah Ki Hajar Dewantara yaitu “Olah cipta, olah rasa, olah karsa.” Dimana pendidikan bukan hanya mengedepankan transformasi knowledge tetapi semua harus seimbang. Karena berkembangnya manusia bukan hanya fisik saja tetapi daya jiwa yaitu cipta, rasa, dan karsa. Beliau juga merumuskan konsep belajar 3 dinding dengan satu dinding terbuka. Hal ini menegaskan bahwa tidak ada batas atau jarak antara di dalam kelas dengan realita di luar. Seperti halnya Pendidikan Holistik, menemukan hakikat hidup melalui hubungan masyarakat, lingkungan alam, dan nilai-nilai spiritual.


Jika Pendidikan ini diwujudkan maka manusia atau peserta didik menjadi model lebih terbuka. Memiliki keleluasaan menimbang sesuatu yang berbeda. Gampang memahami sesuatu tanpa menanyakan, dan tidak ada kata nggak mood. Tidak ada lagi mahasiswa yang berbondong-bondong memilih bidang studi yang laris di industri. Atau mungkin tidak ada lagi yang namanya salah jurusan. Bahkan tidak ada lagi Pegawai Namun Sia-sia. Sembaring meluruskan permasalahan pendidikan Indonesia yang meleset. Alih-alih mencerdaskan kehidupan bangsa, terlepas dari kepentingan politik ekonomi kaum berkuasa secara politik, ekonomi, maupun budaya masih keteteran.


Mohon untuk berpikir dua kali sebelum komentar