Dilema Kecerdasan Buatan - ahmad hanif

Dilema Kecerdasan Buatan

Dilema Kecerdasan Buatan

Dilema Kecerdasan Buatan – Keilmuan

Para pakar teknologi manusiawi berpikir demikian karena telah ada penelitian AI jenis LLM di (Chat-GPT) yang menyatakan, “AI jenis LLM ini dapat memperbaiki diri secara bertahap.” Ini menjadikan manusia dapat punah secara mendadak karena kemampuan AI.



Ada banyak sekali platform chat bot AI yang memudahkan kita, salah satunya Chat GPT dari Open AI. Munculnya AI berbasis Large Language Model disambut gembira oleh kalangan pelajar. Kemampuan AI dalam membuat sebuah tulisan, esai, artikel ilmiah atau merangkum literasi ilmiah hanya dalam hitungan detik, sangat bermanfaat bagi mereka.

 

Namun, apakah praktek seperti ini dibenarkan? Bagaimana guru dapat membedakan tulisan yang dibuat dengan AI? Sebelum masuk lebih dalam lagi, mari kita pahami secara singkat, Bagaimana cara kerja AI model Chat GPT


Cara Kerja AI

Pertama kali kecerdasan buatan bersentuhan langsung dengan manusia adalah lewat algoritma media sosial. Algoritma media sosial menggunakan data kita untuk bekerja, artinya proses membangun AI model algoritma membutuhkan data. Data dalam Algoritma tersebut yang menjadikan halaman media sosial sesuai dengan interest/minat kita.

 

Sedangkan AI model Chat GPT menggunakan triliunan data tanpa ada labeling/unsuprevise. Ketika deep learning yang ada di Machine Learning mempelajari pola data tersebut, maka dia dapat menjawab apapun yang kita ajukan. Berbeda dengan algoritma media sosial yang menggunakan data yang label/supervise.


Manusia Vs Kecerdasan Buatan

Tapi bukan hanya itu kekhawatiran antara manusia dengan Artificial Intelegence. Tristan Harris dan Aza Raskin dalam seminar Center of Humane Technology menjelaskan bahwa, dunia AI akan mengalami kekecauwan dan rusak jika tidak belajar dari media sosial.

 

Pertama, perusahaan teknologi akan berlomba-lomba untuk meluncurkan produknya tanpa memikirkan dampak bagi kehidupan masyarakat.

 

Kedua, dampak buruk AI lebih daripada nuklir, karena nuklir tidak bisa membuat dirinya kuat, tetapi AI dapat membuat dirinya kuat, tanpa bantuan manusia.

 

Ketiga, munculnya AI sama dengan munculnya masalah dan tanggungjawab baru. Kita bisa hubungkan kepada pertanyaan, Apakah pelajar  yang menggunakan AI Chat GPT untuk membuat tulisan adalah benar? Tidak, karena Chat GPT bukan penulis karena tidak dapat dimintai pertanggungjawaban dan tidak ada kerangka hukum untuk menentukan siapa yang memiliki ha katas karya yang dihasilkan. 


Walaupun kalimat yang dibuat oleh AI terdengar masuk akal, namun data yang digunakan untuk memberi jawaban itu berasal dari manuskrip berkualitas rendah. Selain itu, Chat GPT tidak memiliki pengetahuan serta keahlian untuk menyampaikan konsep dan informasi ilmiah yang kompleks secara akurat dan memadai.

 

Bahkan seorang dosen pun sering terlena dengan rangkaian sistematik bahasa dari Chat GPT. Harusnya para dosen melatih diri untuk mengenali tulisan AI dengan melihat karakter yang tidak konsisten dari nada dan gaya, kurangnya emosi, serta bahasa yang berulan. Selain itu, kita juga dapat menggunakan alat deteksi AI seperti Originality.ai atau GPT Zero untuk mempermudah mengindentifikasinya.  

 

 

Referensi:

https://www.elegantthemes.com/blog/business/how-to-detect-ai-writing

https://arxiv.org/abs/2210.11610

https://www.itb.ac.id/news/read/59433/home/mengenal-chat-gpt-algoritma-di-balik-kemajuan-kecerdasan-buatan

https://www.humanetech.com/podcast/the-ai-dilemma

https://bigthink.com/high-culture/tristan-harris-the-attention-economy-a-race-to-the-bottom-of-the-brain-stem/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10028563/

https://infokomputer.grid.id/read/122809202/apa-itu-artificial-intelligence-machine-learning-dan-deep-learning?

 

 

Mohon untuk berpikir dua kali sebelum komentar